Senin, 27 Desember 2010

Status kelangkaan Kantong Semar

Berikut ini adalah jenis-jenis Nepenthes sp. di Sumatera yang telah teridentifikasi (Mansur, 2006), baik spesies alami maupun jenis silang alaminya :
1. Nepenthes adnata Tamin dan M. Hotta ex Schlauer 
Silang alami : Belum diketahui
Habitat : Hutan dataran rendah (600-1.100 m dpl)
Status : Kritis
Saat ini penyebaranya baru diketahui hanya di Sumatera Barat. Hidup di tempat-tempat terlindung dengan
kelembaban cukup tinggi pada substrat lumut dan berbatu pasir. Jenis ini memiliki kemiripan dengan N. tentaculata.
2. Nepenthes albomarginata T.Lobb ex Lindl
Varietas : villosa, typica, tomentolla dan cubra
Silang alami : dengan N. ampullaria, N. clipeata, N. hirsuta, N. northiana, N. reinwardtiana, N. vietchii, N.custadhya
Habitat : Hutan kerangas dataran rendah, puncak bukit dengan ve-getasi terbuka di tanah kapur atau
tanah berpasir. Ter-sebar pada ketinggian 0-1.100 m dpl.
Status : Terkikis
3. Nepenthes ampullaria Jack
Varietas : geelvinkeana, microsepala dan racemosa
Silang alami : dengan N. albomarginata, N. bicalcarata, N. gracilis, N. rafflesiana, N. hirsuta, N. mirabilis, N.reinwardtiana dan N. tobaica.
Habitat : Hutan kerangas, hutan rawa gambut, hutan rawa, pinggir sungai, sawah, dan semak belukar.
Umumnya hidup di tempat-tempat terbuka, lapangan luas, tanah-tanah basah. Jenis ini tersebar
pada ketinggian 0-1.100 m dpl.
Status : Terkikis
4. Nepenthes angasanensis Maulder, D. Schula, B. Salman dan B. Quinn
Silang alami : dengan N. densiflora
Habitat : Terestrial atau efifit di hutan lumut (2.200-2.800 m dpl)
Status : Rawan
5. Nepenthes aristolochioides Jebb dan Cheak
Silang alami : dengan N. singalana
Habitat : Terestrial atau efifit di hutan lumut pada punggung-pung-gung bukit yang terjal pada ketinggian
2.000-2.500 m dpl.
Status : Kritis
Jenis ini merupakan jenis endemik di Jambi.
6. Nepenthes bongso Korth
Silang alami : dengan N. singalana dan N. talangensis
Habitat : Hutan dataran rendah dan dataran tinggi (1.000-2.700 m dpl)
Status : Terkikis
Jenis ini ditemukan di Jambi, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Umum-nya hidup sebagai efifit di hutan
pegunungan dataran rendah yang berlumut. Kata bongso diambil dari nama kawah bongso Gunung Merapi (tempat
pertama kali jenis ini dikoleksi oleh Korthals).
7. Nepenthes diata Jebb dan Cheek
Silang alami : dengan N. mikei
Habitat : Hutan lumut dan hutan pegunungan dataran tinggi pada ketinggian 2.400-2.900 m dpl.
Status : Genting
Jenis dataran tinggi ini ditemukan di Gunung Bandahara, Aceh. Memiliki hubungan dekat dengan N. singalana.
8. Nepenthes dubia Danser
Silang alami : dengan N. singalana
Habitat : Hutan pegunungan dataran rendah dan dataran tinggi (1.000-2.700 m dpl)
Status : Kritis
Jenis ini banyak ditemukan di Sumatera Barat, memiliki bentuk kantong yang unik (seperti kloset duduk). N. dubia
memiliki hubungan dekat dengan N. inermis yang memiliki bentuk kantong hampir serupa. Umumnya hidup sebagai
efifit pada tajuk-tajuk pohon di hutan lumut atau terestrial di semak-semak tempat terbuka.
9. Nepenthes custachya Miq
Silang alami : dengan N. albomarginata, N. longifolia, dan N. sumatrana
Habitat : Bukit-bukit yang terjal dan terbuka pada substrat tanah berbatu pasir pada ketinggian (0-1.600
m dpl)
Status : Terkikis
Jenis yang tergolong endemik Sumatera ini memiliki bentuk kantong atas dan bawah hampir sama dan tidak memiliki
sayap. Jenis ini mirip dengan N. alata dari Filipina.
10. Nepenthes gracilis Korth
Silang alami : dengan N. ampullaria, N. mirabilis, N. rafflesiana, dan N. reinwardthiana
Habitat : Hutan dataran rendah, hutan rawa gambut, hutan kera-ngas, vegetasi pinggir sungai pada
ketinggian 0-1.100 m dpl)
Status : Terkikis
Jenis ini memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang lebih tinggi dibanding jenis lainnya. Mampu hidup
di berbagai habitat dan jenis tanah. Oleh karena itu, jenis ini memiliki daerah penyebaran yang cukup luas.
11. Nepenthes inermis Danser
Silang alami : dengan N. spathulata, N. talangensis
Habitat : Efifit di hutan lumut, terestrial di hutan pegunungan da-taran tinggi (1.500-2.600 m dpl)
Status : Terkikis
Jenis ini termasuk jenis endemik Sumatera. Memiliki bantuk kantong yang mirip dengan N. dubia. Kantong roset dan
kantong bawah jarang ada.
12. Nepenthes jacqvelineae C. Clorke, T. Davis dan Tamin
Silang alami : Belum diketahui
Habitat : Efifit atau terestrial di hutan lumut (1.700-2.200 m dpl)
Status : Belum diketahui
Jenis ini baru ditemukan pada tahun 2000 oleh T. Davis. Merupakan jenis endemik Sumatera dan baru diketahui
penyebarannya di Sumatera Barat dan memiliki hubungan dekat dengan N. inermis.
13. Nepenthes mirabilis (Lour) Druce
Silang alami : dengan N. ampullaria, N. bicalcarata, N. gracilis, N. fafflesiana, dan N. spathulata
Habitat : Hidup di tempat-tempat terbuka pada tebing-tebing di pinggir jalan, pinggir sungai, pinggir hutan
sekunder, pinggir danau. Pada umumnya tumbuh di tanah podsolik merah. Penyebarannya
pada ketinggian 0-1.500 m dpl, tetapi umumnya pada ketinggian di bawah 500 m dpl.
Status : Terkikis
Jenis ini memiliki daya adaptasi lebih tinggi daripada N. gracilis dan jenis lainnya. Oleh karena itu, jenis ini dapat
hidup di berbagai habitat pada tempat-tempat yang basah maupun kering. Jenis ini menyebar luas di Asia Tenggara.
14. Nepenthes pectinata Danser
Silang alami : Belum diketahui
Habitat : Hutan dataran tinggi, hutan lumut (950-2.750 m dpl)
Status : Terkikis
15. Nepenthes rafflesiana Jack
Varietas : alata, ambigua, elongate, glaberrina, insignis, minor, nigcopurpurea, nivea, dan typical
Silang alami : dengan N. ampullaria, N. bicalcurata, N. gracilis, N. mirabilis
Habitat : Tumbuh di tempat-tempat terbuka atau pun ternaungi yang basah atau kering seperti hutan
rawa gambut dan hutan kerangas (0-1.200 m dpl)
Status : Terkikis
Di antara marga Nepenthes, jenis ini memiliki ukuran kantong cukup besar, kantong bawah dapat menampung air hingga satu liter.
16. Nepenthes reinwardtiana Miq
Varietas : samarindensis
Silang alami : dengan N. albomarginata, N. ampullaria, N. gracilis, N. spathulata, N. tobaica, N. sterophylla, N.hispida, N. makrovulgaris.
Habitat : Hutan rawa gambut, hutan kerangas, hutan dataran rendah, hutan lumut, (0-2.100 m dpl)
Status : Terkikis
Dua spot mata di dalam dinding kantong di bawah permukaan mulut kantong merupakan ciri utama dari jenis ini. Namun tidak semua kantong memiliki dua spot mata.
17. Nepenthes spathulata Danser
Silang alami : dengan N. inermis, N. mirabilis, N. reinwardtiana, N. tobaica
Habitat : Hidup efifit atau terestrial di hutan lumut dan hutan pegunungan dataran tinggi (1.100-2.900 mdpl)
Status Kritis
Jenis ini mirip dengan N. singalana. Penyebarannya cukup luas di hutan pegunungan dataran rendah di Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Jambi.
18. Nepenthes sumatrana (Miq) Beck
Silang alami : dengan N. custochya
Habitat : Dataran rendah pada tanah berbatu pasir (0-800 m dpl)
Status : Kritis
Jenis ini ditemukan di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Jambi. Hidup terestrial di tempat yang ternaungi pada hutan dataran rendah dengan substrat tanah berbatu pasir. Sering dijumpai sampai di tajuk pohon.
19. Nepenthes tobaica Denser
Silang alami : dengan N. ampullaria, N. reinwardtiana, N. spathulata
Habitat : Hutan pegunungan (380-2.750 m dpl)
Status : Terkikis
Kata tobaica diambil dari nama danau Toba di Sumatera Utara yang merupakan tempat pertama kali ditemukan.
20. Nepenthes xhooveriana
Jenis ini merupakan silangan alami dari N. ampullaria dan N. rafflesiana. Kantong bawahnya mirip dengan N.
ampullaria tetapi penutup kantong bawanhnya mirip dengan N. rafflesiana.
21. Nepenthes xtrichocarpa
Jenis ini merupakan hasil silangan antara N. ampullaria dengan N. gracilis. Bentuk dan ukuran kantong mirip dengan N. gracilis tetapi bentuk mulut dan bibir mirip N. ampullaria.
22. Nepenthes xneglecta
Jenis ini merupakan silangan alami dari N. gracilis dengan N. mirabilis. Umumnya bentuk kantong mirip dengan N.gracilis tetapi ukurannya lebih besar. Ukuran daun lebih panjang daripada N. gracilis, pinggiran daun tidak berbulu/bergigi. Bentuk batang silindris tidak seperti N. gracilis yang memiliki bentuk batang segitiga. Sebenarnya masih banyak lagi jenis silangan alami lainnya. Sekitar 71 jenis

Taman Eden 100

air terjun dua tingkat
Letak dan Luas
Hutan Wisata Alam Taman Eden secara administratif berada di dusun Lumban Rang desa Sionggang Utara, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir, Propinsi Sumatera Utara dengan luas areal ± 1000 ha. Secara geografis terletak di antara 02º 39´00`` BT sampai 02º 42´00`` BT dan  099º 62´00`` LU sampai 099º 64´00`` LU. Lokasi ini berjarak lebih kurang 16 km dari Parapat ke arah kota Balige dan 55 km dari kota Balige ke arah Parapat.
            Hutan Wisata AlamTaman Eden berbatasan:
- Sebelah Utara   : Kecamatan Ajibata Kabupaten Simalungun
- Sebelah Selatan : Desa Sionggang Tengah dan Sionggang Selatan
- Sebelah Barat   : Kecamatan Sipanganbolon
- Sebelah Timur  : Lumban Julu

Tofografi 
Hutan Wisata Alam Taman Eden, Kabupaten Toba Samosir yang berada pada ketinggian 1.100 – 1.750 m dpl terdiri dari tebing-tebing tinggi, jurang yang terjal,dan sungai yang deras.
Iklim
Iklim yang ada di kawasan hutan wisata alam Taman Eden  dengan kelembaban relatif berkisar 96,64%, intensitas cahaya 1627,98 lux meter, suhu udara siang 20,01 ºC, dan kecepatan angin berkisar 1- 4 knot.
Jenis Tanah
Jenis tanah di kawasan hutan wisata alam Taman Eden,tanahnya bertekstur berliat halus, lempung berpasir, lempung berliat, berlempung halus, liat berdebu, lempung berdebu, lempung liat berdebu dan berdebu halus, dengan pH tanah 6,36 serta suhu tanah berkisar 20,96ºC.
 Vegetasi
Berdasarkan pengamatan di sekitar areal penelitian, vegetasi yang umum ditemukan yaitu dari famili, Theaceae, Pinnaceae, Hammamelidaceae, Cunoniaceae, Araliaceae, Annonaceae, Fagaceae, Sthyracaceae, Melliaceae,   Myrtaceae dan famili  Orchidaceae.

Taman Wisata Alam Sicikeh-Cikeh

Hutan Taman Wisata Alam Sicikeh–cikeh, Dusun Pancur Nauli Desa Lae Hole Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi terletak di Propinsi Sumatera Utara dengan luas areal 575 ha. Secara geografis kawasan ini terletak pada 02º 35´ LU dan 98º 20´–98º 30´ BT. Dusun Pancur Nauli berbatasan langsung dengan kawasan hutan Sicikeh–Cikeh yang terdiri atas tiga jenis status kawasan hutan, yaitu Hutan Adat, Hutan Lindung Adian Tinjoan seluas 19.000 ha dan TWA Sicikeh-cikeh Lokasi penelitian Hutan Taman Wisata Alam Sicikeh–cikeh berjarak kira–kira 170 km dari Kota Medan. Secara Administrasi TWA Sicikeh–cikeh terletak pada :
• Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan.
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan.
• Sebelah Timur berbatasan dengan Dusun Pancur Nauli.
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kerajaan.
Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson, TWA Sicikeh– cikeh termasuk ke dalam iklim tipe B. Curah hujan rata–rata tahunan adalah 2000–2500 mm, dimasa hujan tertinggi biasanya pada bulan Desember dan terendah pada bulan Mei, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Juni sampai September. Suhu maksimum 14–30ºC dengan kelembaban rata–rata berkisar 90–100%.
Topografi 
Ketinggian topografi di TWA Sicike–cike pada umumnya datar, sebagian bergelombang sedang dan ringan, dengan ketinggian berkisar antara 1500–2000 m dpl.
Potensi Kawasan
Keragaman tumbuhannya sangat tinggi, dari tumbuhan tingkat rendah hingga tinggi. Pada umumnya terdiri dari pohon berdaun lebar dan berdaun jarum antara lain: Sampinur Bunga, dan Sampinur Tali (Podocarpus spp), Haundolok (Euginia spp), Kemenyan (Styrax benzoin), Hoting (Quercus spp), Medang, Meang (Palaqium spp) dan lain–lain. Selain populasi yang masih relatif cukup baik, bagian penutup tanah banyak ditemui tumbuhan yang berbunga indah antara lain anggrek, berbagai jenis herba, paku–pakuan, rotan, liana dan sebagainya. Sedangkan jenis fauna yang ada seperti beruang madu, rusa, owa dan beberapa jenis burung, diantaranya: poksai jambul putih, murai batu, kutilang dan itik liar.

Jumat, 24 Desember 2010

My Colection

Anggrek Kantong Semar


Paphiopedilum tonsum (Rchb. f) Stein.
Habit: herba, tinggi keseluruhan ± 20 cm. Batang: bulat, warna coklat, panjang ± 8 cm, permukaan kasar, dan terdiri dari 5-8 helai daun. Daun: memanjang, warna hijau terang dan berbercak hijau tua, panjang ± 12 cm dan lebar ± 2,7 cm, permukaan kasar, tepi bergerigi, tipis, ujung terbelah dan tidak memiliki tangkai daun. Perbungaan: tunggal, aksilar, panjang tangkai perbungaan ± 30 cm dan panjang tangkai bunga ± 1 cm dan permukaan tangkai perbungaan berbulu. Bunga: warna hijau kekuningan, pada kelopak atas terdapat garis vertikal berwarna kemerahan, pada kelopak samping terdapat bintik berwarna hitam, bibir berbentuk seperti kantung. Kelopak atas: panjang ± 5 cm dan lebar ± 3,5 cm. Mahkota: panjang ± 6 cm dan lebar ± 1,7 cm. Bibir: panjang ± 5 cm dan lebar ± 3 cm.


Distribusi
:
Sumatera Utara, endemik (Comber, 2001).

Biodiversitas sebagai sebuah kekayaan alam

Keanekaragaman hayati Indonesia telah dinilai tinggi didunia. Menurut publikasi dari Kementrian Lingkungan Hidup Indonesa, melalui buku Status Lingkungan Hidup Indonesia, menyebutkan bahwa Indonesia adalah sebuah negara megabiodiversity. Sebagai negara megabiodiversity, keanekaragaman hayati Indonesia terdiri dari: mamalia 515 species (12 % dari jenis mamalia dunia), reptilia 511 jenis (7,3 % dari jenis reptilia dunia), burung 1.531  jenis  (17%  dari  jenis  burung  dunia),  amphibi 270 jenis, binatang tak bertulang belakang 2.827 jenis dan tumbuhan sebanyak ± 38.000 jenis, di antaranya 1.260 jenis yang bernilai medis (Status Lingkungan Hidup Indonesia 2008).
Berbagai biota yang menghuni alam indonesia ini saling berinteraksi membentuk berbagai ekosistem yang memiliki sumberdaya alam tinggi sebagai modal dalam pembangunan. Perlu dicermati, kekayaan biodiversitas yang telah membentuk suatu ekosistem, sebenarnya cukup rapuh. Bentang alam indonesia dari pegunungan, lembah, ngarai, pesisir, sampai dengan laut lepas menyimpan sumberdaya alam yang tidak ternilai. Interaksi dari berbagai ekosistem tersebut secara harmoni telah memberikan manfaat bagi manusia. Kompleksitas ekosistem tersebut berperan dalam bidang industri, pertanian, perikanan, maupun perdagangan di Indonesia secara langsung maupun tidak langsung. Kelangsungan suatu ekosistem sangat menentukan seberapa besar nilai ekonomi yang mampu diberikan oleh alam kepada manusia.
Dari berbagai kajian dan penelitian yang telah dilakukan terkait natural resource memberikan fakta menarik, bahwa alam memiliki suatu sistem yang dinamis dan menjadi sumber utama yang diperlukan manusia dalam kehidupan. Keterkaitan dan keberlangsungan sistem di alam tersebut memberikan aliran energi terhadap biota didalamnya sebagai suatu bentuk dukungan alam terhadap proses kehidupan yang berlangsung. Dukungan alam tersebut memiliki keterbatasan (Daya Dukung Lingkungan) dan sangat tergantung oleh interaksi-interaksi berbagai komponen yang ada di dalamnya. Keharmonisan hubungan tersebut didukung oleh tingkat biodiversitas yang memiliki kerentanan tinggi terhadap faktor internal ekosistem dan faktor luar yang mendukung bentuk ekosistem yang ada.
Secara empirik disebutkan bahwa pada jaman dahulu kehidupan manusia yang sangat bergantung pada alam. Selanjutnya di era modern dan yaitu dari revolusi industri di negara Eropa, para pakar telah menyatakan bahwa manusia telah dan mampu menguasai alam. Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia memang “bisa” menguasai alam, tetapi hal tersebut hanya berlangsung pada beberapa aspek. Disadari atau tidak, sampai dengan saat ini kehidupan manusia sangat tergantung kepada alam.
Ditinjau dari aspek yuridis upaya pemanfaatan dan pengelolaan kekayaan alam yang bisa diartikan biodiversitas telah dilakukan di tingkat lokal (nasional) maupun global (internasional). Peraturan perundangan yang mengatur sistem pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dari jaman orde baru dan reformasi terus berkembang dengan tujuan pelestarian yang menitikberatkan kepada kesejahteraan dan pembangunan untuk rakyat melalui pemanfaatan kekayaan alam yang lestari. Dari keputusan menteri, peraturan presiden, hingga tingkat Undang Undang, yang mana semuanya adalah produk hukum terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia. Selain produk hukum dalam negeri tersebut, upaya pemanfaatan dan pengelolaan keakayaan alam juga telah disepakati di berbagai negara didunia melalui berbagai konferensi tinggi tingkat dunia, satu diantaranya melahirkan MDG’s (Millenium Development Goal’s) yaitu pada tujuan ke-7 Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup).
Pembangunan sebagai manifestasi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam
Manifestasi pemanfaatan dan pengelolaan kekayaan alam adalah dalam bentuk pembangunan nasional yang disusun melalui RPJM dan RPJMD di masing-masing daerah. Patut untuk dicermati, pembangunan yang telah berlangsung di berbagai pelosok Indonesia dengan tujuan mensejahterakan kehidupan rakyat lebih beraroma eksploitasi kekayaan alam tanpa batas. Pembangunan sendiri pada dasarnya dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan menuju perbaikan dalam segala aspek kehidupan masyarakat baik politik, ekonomi, teknologi, pranata hukum dan sosial budaya.
Berbagai pakar menilai salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah peningkatan ekonomi masyarakat, tingkat inflasi, suku bunga, dan lain sebagainya, yang menitik beratkan pada bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Negara Indonesia saat ini dinilai positif pada  tahun 2009 yaitu sebesar 4,5%. Angka PDB per kapita diperkirakan mencapai Rp24,3 juta (US$2.590,1) dengan laju peningkatan sebesar 12,0% dibandingkan dengan PDB per kapita tahun 2008 yang  sebesar Rp21,7  juta  (US$2.269,9).   Sementara  itu PNB per kapita  juga meningkat dari  Rp20,9  juta  pada  tahun  2008 menjadi  Rp23,4  juta  pada  tahun  2009  atau  terjadi  peningkatan sebesar 14,2% (Berita Resmi Statistik No.12/02/Th. XIII, 10 Februari 2010). Hal itu salah satunya disebabkan faktor tingkat konsumsi masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Tidak dapat dimengerti, hal tersebut adalah kebanggaan atau sebaliknya. Tetapi, yang patut digaris bawahi adalah seiring peningkatan kebutuhan masyarakat, tingkat eksploitasi kekayaan alam juga semakin meningkat. Pemerintahpun juga terus menggenjot kegiatan pembangunan dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Fakta menyebutkan berbagai kerusakan alam indonesia telah telah mengiringi kegiatan pembangunan indonesia di dasawarsa terakhir ini. Eksploitasi sumberdaya alam pesisir telah merusak sekian juta ha hutan mangrove yang memiliki peran penting dalam ekosistem pesisir. Penambangan-penambangan diberbagai daerah juga telah menyebabkan ketidak harmonisan interaksi keanekaragaman hayati di ekosistem sungai maupun hutan. Sistem pertanian yang ada juga telah menurunkan kestabilan ekosistem di dataran rendah. Pembangunan perkebunan yang menghasilkan devisa negara cukup tinggi disinyalir telah menurunkan tingkat keanekaragaman hayati di ekosistem hutan hujan tropis. Sampai dengan bahasan ini dikatakan bahwa pembangunan yang telah dilakukan belum mampu menjawab kebutuhan alam dan kebutuhan manusia yang sesungguhnya.
Komitmen  pemerintah  terhadap  kebijakan  pengelolaan  lingkungan  sebagai langkah  dan  strategi  pengendalian  penurunan  (degradasi)  kualitas  lingkungan yang mendasarkan pada segitiga emas (golden triangle) : EKONOMI-EKOLOGI-MASYARAKAT  sudah mulai luntur sejak berbaliknya paradigma ”Ekosentrisme menjadi  antrophosentrisme”.    Konsep  pembangunan  yang  dipahami  tidak berdasar  kepada  ”pembangunan  berwawasan  lingkungan,  berkelanjutan,  dan berbasis  masyarakat”.    Konsep  pembangunan  cenderung  mengarah kepada  ”pemenuhan  kebutuhan  masyarakat”.
Pembangunan nasional berbasis ekosistem
Alam memiliki keterbatasan untuk menunjang kehidupan manusia. Karenanya menghargai integritas ekosistem dan menjamin keanekaragamannya merupakan prasyarat untuk mendukung kelangsungan kehidupan manusia” (Status Lingkungan Hidup Indonesia 2008). Pesan yang disampaikan tersebut berlaku universal dalam berbagai aspek kehidupan. Utamanya dalam kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup manusia (pembangunan segala bidang).
Ekosistem sebagai sendi utama kehidupan di muka bumi harus menjadi salah satu dasar pertimbangan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. Meletakkannya dalam asas tertinggi adalah suatu keharusan demi mewujudkan makna terdalam pemenuhan kebutuhan manusia. Strategi pembangunan nasional bukan hanya Pekerjaan rumah pemerintah berkuasa, namun menjadi kewajiban semua pihak, karena setiap manusia hidup di alam dan tergantung terhadap substansi penting yang terkandung dalam alam itu sendiri (Hafid@April 2010)

PENTINGNYA MEMPELAJARI PLANKTON

Plankton merupakan suatu organisme yang berukuran kecil yang hidupnya terombang-ambing oleh arus  di perairan bebas atau microorganisme yang hidup di dalam air. Pergerakan plankton di pengaruhi oleh arus, hidupnya melayang-layang dan gaya geraknya sangat kecil. Distribusi plankton cukup luas, mulai dari muara sungai hingga samudra, mulai dari perairan tawar hingga asin, bahkan dari perairan tropis hingga kutub. Mereka terdiri dari mahkluk-mahkluk yang hidupnya sebagai hewan (zooplankton) dan sebagai tumbuh-tumbuhan (phytoplankton) (Hutabarat dan Stewart, 1986). Bahwasanya zooplankton ialah hewan-hewan laut yang planktonik sedangkan fitoplankton terdiri dari tumbuhan laut yang bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis.
Fitoplankton memegang peranan yang sangat penting dalam suatu perairan. Fungsi ekologisnya sebagai produser primer dan awal mata rantai dalam jaringan makanan menyebabkan fitoplankton sering dijadikan skala ukuran kesuburan suatu ekosistim. Berdasarkan struktur tropik level , pada kebanyakan ekosistim fitoplankton terutama dikomsumsi oleh zooplankton disamping larva hewan tingkat tinggi lainnya. Fitoplankton dan zooplankton memiliki kedekatan hubungan ekologis yaitu pemangsaan (grazing), selanjutnya zooplankton dikomsumsi oleh konsumner yang lebih tinggi seperti larva dan hewan muda dari berbagai organisme termasuk kepiting bakau (Scylla spp) (Nur Asia, 2002).
Ukuran plankton sangat beraneka ragam, dari yang terkecil, yang disebut ultraplankton berukuran <0,0005 mm atau 5 mikron, termasuk di sini bakteri dan diatom kecil, sampai nanoplankton berukuran 6o-70 mikron, yang terlalu kecil untuk dikumpulkan dengan jaring plankton biasa dan hanya dapat dikumpulkan dengan cara mengambil sejumlah besar air laut. Nanoplankton yang terdapat di dalam air laut di endapkan, beberapa waktu kemudian dikumpulkan dari endapan di dasar atau dengan menggunakan sentrifugasi. Net plankton atau mikroplankton berukuran sampai beberapa millimeter dan dapat dikumpulkan dengan banyak macam cara (Romimohtarto, 2007).
Plankton merupakan makanan alami larva organisme perairan. Sebagai produsen utama di perairan adalah fitoplankton, sedangkan organime konsumen adalah zooplankton, larva, ikan, udang, kepiting, dan sebagainya (Dianthani Dhani, 2003). Maka dari itu kecilnya ukuran plankton tidaklah mengandung arti bahwa mereka itu adalah organisme yang kurang penting. Anggapan yang seperti itu tidaklah benar karena plankton merupakan sumber makanan bagi jenis ikan komersial penting yang hidup di perairan laut maupun tawar. Dengan kata lain kelangsungan hidup ikan tergantung pada banyak sedikitnya jumlah plankton yang ada (plankton bagian terpenting dari rantai makanan dalam ekosistem perairan). Secara tidak langsung plankton dapat dimanfaatkan oleh manusia, karena manusia sendiri mengkonsumsi ikan, dimana ikan tersebut dalam kehidupannya memanfaatkan plankton sebagai bahan makanannya. Bahan makanan yang berasal dari plankton banyak mengandung asam-asam amino esensial,mineral-mineral, vitamin-vitamin, dan juga lemak serta karbohidrat. Di dalam teori dapat dikatakan bahwa plankton merupakan sumber makanan penting bagi kita.
Aspek-aspek yang dapat diamati meliputi nilai kualitatif dan kuantitatif plankton. Aspek kualitatif merupakan pemahaman plankton yang berhubungan erat dengan penilaian perairan yang dapat berfungsi sebagai daerah penangkapan maupun lokasi budidaya laut serta pemahaman plankton terhadap fungsi dan tingkat kemampuan perairan sebagai pendukung kehidupan organisme perairan. Sedangkan aspek kuantitatif merupakan pemahaman mengenai jumlah jenis, komposisi, dan distribusi plankton dalam ekosistem perairan. Maka dari itu plankton merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari dan masih banyak lagi permasalahan mengenai plankton dalam perairan yang perlu di kaji  secara kualitatif maupun kuantitatif.

Daftar Rujukan:
Dianthani Dhani, 2003. Identifikasi Jenis Plankton di Perairan Muara Badak, Kalimantan Timur, (Online), (http://www.geocities.com, diakses 11 September 2009)
Hutabarat Sahala dan Stewart M.Evans. 1986. Kunci Identiikasi zooplankton. Jakarta : UI-press
Romimohtarto Kasijan dan Sri Juana. 2007. Biologi Laut:Ilmu Pengethuan Tentang Biota laut. Jakarta: Djambatan
Suthers Iain M, David Rissik. 2008. National Library of Australia Cataloguing-in-Publication entry Plankton: a guide to their ecology and monitoring for water quality. Collingwood, Vic : CSIRO Publishing. (Online). (http:// www.publish.csiro.au.pdf, diakses12 Maret 2010)
Umar Nur Asia .2002. Hubungan antara kelimpahan Fitoplankton dan zooplankton (kopeoda) dengan larva kepiting di Peraian teluk siddo kab. Barru Sulawesi selatan: Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor December 2002.(Online). (http://www. @2002 Nur Asia Umar.pdf, di akses 12 Maret 2010)

Rabu, 22 Desember 2010

JURNAL AGROBIO

Agrobio/Volume 2/ Nomor 1/Mei 2010                                                                      ISSN:2085-1995

Etnobotani Oukup, Ramuan Tradisional Suku Karo Untuk
Kesehatan Pasca Melahirkan

Jamilah Nasution1), Radiansyah Hadi Chandra2)
1)Dosen Fakultas Biologi Universitas Medan Area
2)Sekolah Pascasarjana Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Sumatera Utara

Abstract

Oukup, a steam bath prepared with various plants, is traditional method used in Karo ethnique. Oukup can be used for recuperation after childbirth. The research was conducted to obtain information and to identify various medicinal plants that known have ability as oukup ingredient in Karo community. Oukup ingredient contain bioactive compound so that it can be used as medicine. The result of this research is among 16 species plants that can be the primary component of oukup ingredient consist of Zingiber purpureum, Nicolaia speciosa, Zingiber officinale, Citrus hystrix, Citrus medica, Citrus nobilis, Ocimum basilicum, Kaempferia galanga, Piper nigrum, Alpinia sp., Zingiber americanus, Alpinia galanga, Pandanus amaryllifolius, Gaultheria leucocarpa, Andropogon citratus dan Boesenbergia pandurata. The part of plants that used are leave, fruits, seed and rhizome. Bioactive compound of plants implied consist of atsiri oil, flavonoid, saponin, tannin, polifenol, alkaloid and steroid. Based on the study, the function of these bioactive compounds were not only for postnatal mothers health but also for medical treatment of various disease.

Keywords: Oukup, biodiversity, bioactive compound, postnatal medicine

PENDAHULUAN

Di Indonesia, pengetahuan tentang obat-obatan tradisional yang berasal dari tumbuhan sudah sejak lama diperkenalkan oleh nenek moyang kita. Secara turun temurun pengetahuan ini diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya dan untuk setiap daerah atau suku mempunyai kekhasan tradisi sendiri-sendiri. Kekhasan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan falsafah budaya yang melatarbelakangi serta perbedaan kondisi alam terutama vegetasi di masing-masing wilayahnya (Ajijah & Iskandar, 1995).
Meskipun dunia pengobatan dan kosmetika makin berkembang dengan pesat bukan berarti pengobatan dan penggunaan kosmetika tradisional di Tanah Karo menghilang. Secara turun temurun dapat dipastikan mereka telah mampu mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan yang dikenal dan dimanfaatkan untuk bahan obat dan kosmetika. Oukup adalah salah satu contoh bagaimana orang Karo memanfaatkan tumbuh-tumbuhan untuk kebugaran dan kesehatan, terutama pada pasca melahirkan.
Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi keanekaragaman jenis tumbuhan yang dikenal atau dipercaya masyarakat Karo mempunyai khasiat sebagai bahan ramuan oukup dan secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa bioaktif yang berkhasiat obat atau kosmetika. Harapannya adalah mengungkapkan bahwa terdapat sediaan obat tradisional, dalam hal ini oukup, yang digunakan masyarakat Karo yang dapat dikategorikan sebagai Herbal medicine atau Fitofarmaka yang perlu diketahui untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut.

BAHAN DAN METODE

Pelaksanaan penelitian ini meliputi studi tentang sistem pengetahuan lokal meliputi persepsi, konsepsi dan pandangan masyarakat Karo terhadap oukup dan studi tentang pemanfaatan oukup bagi masyarakat Karo khususnya dan masyarakat non-Karo umumnya, di Kabupaten Tanah Karo Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2007-2008. Pengambilan data dilakukan dengan cara survei eksploratif dan pengamatan langsung di lapangan. Data yang diperlukan diperoleh melalui wawancara open-ended yang dilakukan kepada masyarakat Karo maupun masyarakat non-Karo baik secara individu maupun kelompok. Untuk wawancara dipilih nara sumber yang dianggap memiliki pengetahuan lebih luas tentang tradisi oukup bagi masyarakat Karo. Nara sumber yang menjadi informan kunci terdiri atas pengguna oukup, pengobat tradisional (tabib), pengusaha oukup dan pedagang ramuan oukup di pasar. Seluruh informasi yang diperoleh dari informan dicatat, direkam dengan menggunakan tape recorder dan kemudian ditabulasi. Data yang diamati meliputi data primer yang bersumber dari hasil wawancara dengan masyarakat, terutama data yang mengungkapkan pandangan dan persepsi masyarakat tentang oukup dan pemanfaatannya serta keanekargaman jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan oukup. Hasil tabulasi dari data primer kemudian dianalisis dengan menggunakan cara deskriptif dan komparatif dilihat dari sudut pandang masyarakat Karo, dan selanjutnya data tersebut dianalisis secara ilmiah. Sedangkan untuk mengetahui senyawa bioaktif yang terkandung di dalam jenis tumbuhan yang dimanfaatkan dilakukan melalui sumber sekunder berupa studi pustaka.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengertian dan manfaat oukup
Oukup adalah sejenis mandi uap tradisional suku Karo. Menurut sejarah, oukup bertujuan untuk menjaga kesehatan bagi ibu-ibu pasca melahirkan dengan cara mandi uap atau disebut dengan oukup dalam bahasa Karo. Secara tradisi, seseorang atau ibu-ibu dibungkus dengan kain selimut dan kemudian diuap melalui sebuah wadah yang dipanasi dan diberi ramuan tumbuh-tumbuhan. Melalui ramuan yang diuapkan ini ibu yang habis melahirkan menurut tradisi Karo dipercaya akan segera memulihkan kembali kesehatan, stamina dan peredaran darahnya. Oukup juga dipercaya oleh sebagian besar masyarakat Karo sangat baik untuk membersihkan darah kotor setelah proses melahirkan serta memudakan kembali kulit dari kerut-kerut setelah proses kehamilan. Menurut penuturan orang Karo, oukup ini baru bisa dilakukan dua pekan setelah persalinan, karena selama kurun waktu tersebut kemungkinan pendarahan tidak akan terjadi.
Cara perawatan ini kemudian dipraktekkan secara turun-temurun dan menjadi tradisi yang khas bagi orang Karo. Sesuai dengan perkembangan zaman, tradisi ini terus menerus mengalami perubahan dan perkembangan. Bentuk-bentuk perubahan ini dapat ditemui disekitar kota Medan. Walaupun perubahan yang ditemui itu adalah cara penggodogan dan teknik penguapannya, namun ramuan utama tidak banyak mengalami perubahan yang mendasar. Seandainya terdapat perkembangan jumlah jenis ramuan hanya sebatas pada ramuan alternatif dan disesuaikan dengan  kondisi lingkungan, terutama struktur dan komposisi vegetasi di masing-masing wilayah, serta falsafah budaya yang melatarbelakanginya (Walujo, 2002).
Modernisasi oukup ternyata merubah pandangan masyarakat bahwa tidak hanya ibu yang habis persalinan akan tetapi berkembang untuk semua kalangan, tidak mengenal jenis kelamin maupun kelas usia. Secara perlahan fungsi oukup yang awalnya hanya untuk ibu pasca melahirkan, sekarang fungsi utama tersebut bergeser ke: (1) Kesehatan, (2) Pengobatan, (3) Kebugaran, dan (4) Kecantikan.
Beberapa tahun terakhir ini oukup dikenali sebagai SPA (solid per aqua) tradisional yang kegunaannya lebih kepada perawatan tubuh, kebugaran dan rileksasi. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari beberapa pusat sumber informasi yaitu pengguna oukup, tabib, pengusaha oukup dan pedagang ramuan oukup di pasar, oukup memiliki manfaat sebagai berikut:
1.      Menghilangkan sakit pinggang secara perlahan-lahan.
2.      Menetralkan kadar gula dalam tubuh.
3.      Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap ancaman penyakit.
4.      Memperindah bentuk tubuh serta menghaluskan kulit.
5.      Menyegarkan jasmani.
6.      Mengendurkan saraf yang tegang.
7.      Memperlancar peredaran darah.
8.      Mengeluarkan angin yang tidak signifikan di dalam tubuh.
9.      Mengantisipasi ancaman hipertensi atau reumatik.
10.  Menurunkan kadar kolesterol secara perlahan-lahan.
11.  Menurunkan kadar lemak.
12.  Menyehatkan paru-paru dan jantung.
13.  Membangkitkan nafsu makan.
14.  Meringankan kepala yang pusing/flu.
15.  Menetralisir kesehatan ibu seusai bersalin.
Masing-masing usaha menawarkan keistimewaan tersendiri, mulai dari kualitas ramuan, kenyamanan tempat, dan harga yang bersaing. Begitu juga ruang untuk oukup, masing-masing usaha memiliki disain sendiri dengan luas ruangannya hampir semua sama yaitu 1 x 1,5 meter. Tarif yang dikenakan bervariasi mulai dari Rp.10.000 sampai Rp.50.000.
Persalinan merupakan peristiwa alamiah yang dapat terjadi secara normal atau dengan gangguan. Meskipun persalinan berlangsung normal (keluar dari rahim melalui jalan lahir tanpa bantuan peralatan) dan lancar, tetap menyebabkan kelelahan bagi ibu. Kelelahan fisik akibat menyangga beban bayi dalam perut ditambah proses persalinan telah menguras tenaga ibu. Untuk memulihkan kondisi tubuhnya, ibu yang baru melahirkan sebaiknya beristirahat atau tidur. Kehamilan dan pasca persalinan mengakibatkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh ibu. Kulit dan otot perut akan meregang, karena adanya janin dalam perut. Perubahan tubuh yang lain biasanya berupa kegemukan, kulit meregang, kulit kotor, dan rambut rontok. Perawatan tubuh yang baik akan memulihkan kesehatan dan kecantikan ibu seperti keadaan semula (Handayani, 2003).
Perawatan tubuh bagi ibu pasca melahirkan juga menjadi perhatian yang sangat besar bagi orang Karo. Oukup merupakan salah satu cara perawatan kesehatan ibu pasca melahirkan, artinya membuat ibu si bayi berkeringat dengan cara memasak air disertai ramuan tertentu, kemudian setelah mendidih diangkat dan didekatkan kepadanya sambil dibungkus dengan selimut. Uap air panas itu memaksa si ibu berkeringat, maksudnya supaya si ibu sehat karena sisa kotoran di dalam tubuhnya telah keluar. Hal ini merupakan suatu tradisi yang diturunkan nenek moyang kepada generasi penerusnya dalam proses perawatan kesehatan ibu pasca melahirkan. Oukup bukan hanya dari suku Karo saja, suku lain juga ada hanya namanya saja yang berbeda. Untuk suku Jawa dinamakan ungkep, suku Minang dinamakan batangi, suku Batak dinamakan martup, sedangkan suku Minahasa disebut bakera. Ditinjau dari segi kegunaannya sama yaitu menyegarkan kembali stamina dan memulihkan kesehatan bagi ibu pasca melahirkan, hanya saja ramuan yang digunakan pastinya berbeda-beda.
Pada banyak kebudayaan, wanita yang baru melahirkan dianggap berada dalam kondisi dingin, berbeda halnya dengan saat ketika ia sedang hamil, yang dianggap berada dalam kondisi panas (Foster & Anderson, 2005). Maka dalam kondisi dingin setelah melahirkan, sang ibu dan juga bayinya dianggap memerlukan pemanasan. Di lingkungan masyarakat Karo misalnya, wanita yang baru melahirkan diharuskan tidur bersama bayinya di dekat tungku dapur selama sekitar 10 hari sambil didiangi kayu keras yang dibakar secara terus menerus untuk menghangatkan badan mereka (Bangun, 1986).
Meskipun kehamilan dan kelahiran bayi secara umum dilihat dalam pengertian dan kepentingan yang sama, yakni untuk kelangsungan umat manusia, namun dalam kehidupan berbagai kelompok etnis, terdapat bermacam-macam titikberat perhatian dan sikap, khususnya dalam menanggapi proses ini. Sebagian etnis lebih mementingkan aspek kultural dari kehamilan dan kelahiran, dan sebagian lagi lebih menonjolkan aspek sosialnya. Banyak etnis di dunia mempercayai bahwa tiap perpindahan dari satu tahapan kehidupan kepada tahapan kehidupan yang lainnya merupakan suatu masa krisis yang gawat atau membahayakan, baik yang bersifat nyata maupun bersifat gaib. Untuk itu dilakukan upacara-upacara adat yang disebut crisis rite (upacara waktu krisis) atau rites de passage (upacara peralihan) untuk menolak bahaya gaib yang mengancam individu dan lingkungannya (Koentjaraningrat, 1990).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa faktor sosial-budaya mempunyai peranan penting dalam memahami perawatan ibu pasca melahirkan. Sebagian pandangan budaya mengenai hal tersebut telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.

Keanekaragaman jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan oukup
Keanekaragaman jenis yang dimaksudkan adalah untuk menggambarkan jumlah seluruh jenis yang diketahui dan didaftar dari hasil wawancara keseluruh responden, baik para pengguna oukup, tabib, pengusaha oukup, maupun pedagang ramuan oukup di pasar. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa keanekaragaman jenis tumbuhan di masing-masing pusat sumber informasi (pengguna oukup, tabib, pengusaha oukup, dan pedagang ramuan oukup di pasar) berbeda-beda. Secara kumulatif dari seluruh informasi dicatat ada 69 jenis tumbuhan yang terdiri atas 42 marga dan 28 suku yang digunakan sebagai ramuan oukup (Lampiran 1). Diantara jenis-jenis itu, yang terbanyak adalah jenis yang termasuk ke dalam suku Zingiberaceae (15 jenis), kemudian berturut-turut Rutaceae (11 jenis), Arecaceae (8 jenis), dan selebihnya kurang dari 3 jenis, bahkan hanya diwakili oleh 1 jenis.
Besarnya keanekaragaman jenis yang digunakan sebagai ramuan oukup menyatakan bahwa belum ada standarisasi  ramuan, baik yang dijual di pasar, yang digunakan ditempat-tempat praktek oukup bahkan pengetahuan masyarakat tentang ramuan pun berbeda-beda. Sehingga dalam penelitian ini dilakukan pengelompokkan ramuan yang merupakan komponen utama dalam ramuan oukup tersebut.
Berdasarkan hasil analisis data dari keempat pusat sumber informasi (pengguna oukup, tabib, pengusaha oukup, dan pasar), tercatat sebanyak 16 jenis, 11 marga dan 7 suku, yang dikenali oleh seluruh responden. Hal ini menunjukkan bahwa ke 16 jenis tumbuhan tersebut merupakan komponen utama dalam ramuan oukup.
Secara tradisi, menurut para responden mengatakan, bahwa jenis-jenis tersebut merupakan sumber bahan ramuan utama oukup untuk kesehatan ibu pasca melahirkan. Sedangkan jenis-jenis lain hanya merupakan jenis ramuan pelengkap atau jenis-jenis alternatif yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Sesuai dengan kandungannya, Zingiberaceae dan Rutaceae banyak menghasilkan minyak atsiri yang bermanfaat untuk antiseptik, aromaterapi, anti oksidan dan anti mikroba sehingga berguna untuk memulihkan kesehatan ibu pasca melahirkan.
Bila ditinjau dari bagian tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan di dalam oukup, terdapat 9 (sembilan) macam bagian tumbuhan yang digunakan yaitu daun, batang, bunga, buah, biji, rimpang, umbi, akar, kulit dan seluruh bagian tumbuhan. Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan, yaitu 35,2% atau 25 jenis, menyusul buah dan rimpang masing-masing 19,7% atau 14 jenis, dan bagian tumbuhan lainnya dibawah 10%. Dengan demikian bagian daun, buah dan rimpang merupakan bagian yang paling utama dalam ramuan oukup, sedangkan bagian tumbuhan yang lain hanya merupakan bagian pelengkap dari ramuan tersebut.
Terkait dengan jumlah jenis tumbuhan yang merupakan komponen utama dalam ramuan oukup maka studi terhadap kenakeragaman jenis tersebut lebih diperdalam dengan pengumpulan data kualitatif berdasarkan studi pustaka tentang senyawa bioaktif yang terkandung didalamnya (Tabel 1).


Tabel 1. Jenis-jenis tumbuhan yang merupakan komponen utama dalam ramuan oukup.


No
Jenis Tumbuhan
Senyawa Bioaktif
Nama Lokal
Nama Ilmiah
1
Bangle
Zingiber purpureum
Saponin, flavonoid dan minyak atsiri
2
Lada
Piper nigrum
Saponin, flavonoid dan minyak atsiri
3
Lempuyang
Zingiber americans  
Saponin, flavonoid dan minyak atsiri
4
Temu kunci
Boesenbergia pandurata  
Saponin, flavonoid dan minyak atsiri
5
Cekala
Nicolaia speciosa
Saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri
6
Kencur
Kaempferia galanga  
Saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri
7
Laja
Alpinia sp.
Saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri
8
Lengkuas
Alpinia galanga  
Saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri
9
Pandan
Pandanus amaryllifolius
Saponin, flavonoid, polifenol dan alkoloid
10
Salinsayo
Gaultheria leucocarpa
Saponin, flavonoid dan polifenol
11
Jeruk purut
Citrus hystrix
Saponin, tannin, steroid dan minyak atsiri
12
Jeruk pagar
Citrus medica
Saponin, tannin, steroid dan minyak atsiri
13
Jeruk puraga
Citrus nobilis
Saponin, tannin, steroid dan minyak atsiri
14
Jahe
Zingiber officinale
Polifenol, flavonoid, dan minyak atsiri
15
Sere wangi
Andropogon citratus  
Eugenol, flavonoid, galangol dan minyak atsiri
16
Kemangi
Ocimum basilicum
Eugenol, sineol dan minyak atsiri


KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini tercatat 69 jenis, 42 marga dan 28 suku tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan di dalam oukup. Dari jumlah tersebut 16 jenis, 11 marga dan 7 suku diantaranya merupakan komponen utama di dalam ramuan oukup. Ramuannya terdiri atas Zingiber purpureum, Piper nigrum, Zingiber Americans, Boesenbergia pandurata, Nicolaia speciosa, kampferia galanga, Alpinia sp., Alpinia galanga, Pandanus amaryllifolius, Gaultheria leucocarpa, Citrus hystrix, Citrus medica, Citrus nobilis, Zingiber officinale, Andropogon citratus, dan Ocimum basilicum.    Berdasarkan pemanfaatan yang terkait dengan kesehatan pasca melahirkan, oukup merupakan salah satu cara perawatan kesehatan ibu pasca melahirkan. Terkait dengan senyawa bioaktif yang terkandung dalam 16 jenis tumbuhan yang menjadi komponen utama dalam ramuan oukup menunjukkan bahwa senyawa minyak atsiri, saponin, flaponoid, tannin, polifenol, alkaloid dan steroid adalah senyawa yang terkandung dalam bagian-bagian tumbuhan tersebut yang terdiri atas daun, batang, buah, biji dan rimpang.



DAFTAR PUSTAKA

Ajijah, N., M. Iskandar. 1995. Menggali budaya orang tua tempo doeloe memanfaatkan tumbuhan obat di pedesaan di Jawa Barat. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani II. Puslitbang Biologi-LIPI, Fakultas Biologi UGM dan Ikatan Pustakawan Indonesia, Yogyakarta I: 61 – 70.
Bangun, Tridah. 1986. Manusia Batak Karo. Inti Idayu Press. Jakarta.
Foster, G.M. dan Anderson, B.G. 2005. Antropologi Kesehatan. UI-Press. Jakarta.
Handayani, Lestari. 2003. Tanaman Obat untuk Masa Kehamilan & Pasca-Melahirkan. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Koentjaraningrat. 1990. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.
Walujo, E.B. 2002. Pengembangan dan penerapan penelitian etnobotani dan herbal medicine. Makalah dalam forum kegiatan lapangan International Post Graduate Programme in Medical Anthropology and Ethnobotany Universiteit Leiden-Universitas Padjajaran. Bandung.

Selasa, 21 Desember 2010

Sekilas Info

Migrasi satwa amat menakjukan bukan saja karena banyknya satwa liar yang bergerak bersama, atau karena kecilnya peluang mereka untuk berhasil, atau kecepatan navigasinya yang mengagumkan. Ada alasan lain mengapa perjalanan jarak jauh yang dilakukan begitu mengagumkan: karena mereka punya tujuan yang besar...
Seperti Kambing Gunung (Oreamnos americanus) di Taman Nasional Gletser Montana mungkin menempuh jarak ratusan meter sehari secara vertikal untuk menjilati garam dan mineral di permukaan batu, dia harus menruni dinding batu yang curam.
Migrasi satwa adalah fenomena yang jauh lebih hebat dan lebih berpola daripada sekerdar pergerkan satwa. Migrasi merupakan perjalanan bersama yang manfaatnya baru dirasakan di kemudian hari. Migrasi menyiratkan kegigihan terencana dan penuh keberanian yang ditasbihkan sebagai naluri turun-menurun. Ahli Biologi Hugh Dingle yang berusaha keras memahami hakikat migrasi mengenali lima ciri khas dari semua migrasi. Pertama, pergerakan migrasi memakan waktu yang lama, yang memindahkan satwa ke luar habitat yang sudah dikenalnya dengan baik. Kedua, pergerakan migrasi cendrung lurus. Ketiga, didahului persiapan yang ditunjukkan oleh perilaku tertentu (seperti makan berlebihan) dan berkumpul. Keempat, migrasi membutuhkan energi. dan yang terakhir dengan penuh semangat satwa yang bermigrasi berupaya untuk memerhatikan misi yang lebih besar, yang membuatnya tidak tergiur oleh godaan dan tidak terpengaruh oleh tantangan yang biasanya dapat menyebabkan seekor satwa bergerak keluar dari barisan.
Sumber: NGI
Migration




Minggu, 19 Desember 2010

Nepenthes

Jenis-Jenis Nepenthes spp. di Taman Eden
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 9 jenis Nepenthes, yang terdiri atas Nepenthes reinwardtiana Miq., Nepenthes tobaica Danser., Nepenthes spectabilis Danser., Nepenthes rhombicaulis Sh. Kurata., Nepenthes ovata Nerz & Wistuba., Nepenthes ampullaria Jack., dan 3 jenis diantaranya termasuk hibrid alami yang terdiri atas Nepenthes reinwardtiana x Nepenthes spectabilis, Nepenthes tobaica x Nepenthes reinwardtiana, Nepenthes rhombicaulis x Nepenthes ovata     

1. Nepenthes spectabilis Danser.
Batang roset pada anakan, dewasa memanjat, panjang 90 cm-5 m, diameter 0,5-0,7 cm, jarak antar nodus 1-8 cm, bentuk silindris berwarna hijau kemerahan, pada bagian yang telah tua memperlihatkan retakan kulit batang tidak teratur, permukaan berbulu rapat dan pendek berwarna coklat tua. Daun tunggal, tanpa tangkai duduk pada batang, berwarna hijau tua sampai hijau kemerahan, bentuk lanset sampai memanjang, daging seperti kulit tidak terlalu kaku, ibu tulang daun jelas berwarna hijau kemerahan dengan 3-6 vena membujur dikedua sisinya, ujung runcing, pangkal tumpul, dan memperlihatkan tambahan daun setelah pangkal (subpetiolatus) yang menjepit batang ¾-½ lingkaran, tepi rata berwarna hijau kemerahan, panjang sulur 30-40 cm, diameter 0,16-0,19 cm, berwarna merah, permukaan licin. Kantung bawah bentuk seperti kendi berleher pendek, tinggi 17 cm, berwarna hijau bercak hijau tua sampai coklat tua, daging seperti kertas berbulu halus dan rapat, memiliki sayap, zona pencernaan berbentuk bulat membesar, panjang 6 cm, zona berlilin berbentuk silindris, panjang 11 cm. Bibir tebal mengembang tidak terlalu keras dengan tepi bibir menggulung kebawah, bergerigi rapat dan sangat jelas, berwarna hijau dengan garis-garis merah tua sampai coklat tua, peristome rapat seperti duri jelas terlihat berwarna hijau kecoklatan rata dan terkadang berlekuk meruncing dibagian depan, lebar mengembang dikedua sisi naik meninggi dibagian belakang. Daun penutup  bangun bulat telur, membulat dibagian ujung dan berlekuk dibagian pangkal, berwarna hijau dengan bercak-bercak merah sampai coklat tua. Taji panjang 0,8-2 cm, silindris, tidak bercabang berwarna coklat tua. Kantung atas bentuk seperti terompet panjang dan melengkung dibagian pangkal, silindris dibagian atas dan tengah, tinggi 20-25 cm, berwarna hijau bercak hijau tua sampai coklat tua, daging seperti kertas berbulu halus dan rapat, zona pancernaan berbentuk silindris, panjang 13,5 cm, zona berlilin berbentuk silindris panjang 15 cm, tidak bersayap.  Bibir tebal mengembang tidak terlalu keras, bergerigi rapat dan sangat jelas, berwarna hijau dengan garis-garis merah tua sampai coklat tua, peristome rapat seperti duri jelas terlihat berwarna hijau kecoklatan rata dan terkadang berlekuk meruncing dibagian depan, lebar mengembang dikedua sisi naik meninggi dibagian belakang. Daun penutup  bangun bulat telur, membulat dibagian ujung dan berlekuk dibagian pangkal, berwarna hijau dengan bercak-bercak merah sampai coklat tua. Taji panjang 0,8-2 cm, silindris, tidak bercabang berwarna coklat tua.  Perbungaan majemuk tidak terbatas, pada bunga jantan panjang ibu tangkai bunga 15-30 cm, anak tangkai 1,5-2 cm, duduk jarang dan merata sepanjang ibu tangkai, bercabang dan menopang dua anak tangkai, masing-masing dengan satu anak daun pelindung dibagian pangkal, pada bunga betina tiap bagian lebih pendek dan anak tangkai satu sama lain duduk lebih rapat dipucuk dibandingkan dengan bunga jantan. Buah fusiformis, berlokus dengan banyak biji, bila tua dan mongering membelah menjadi 4 bagian, berwarna coklat tua.

 Nepenthes spectabilis Danser.

2Nepenthes  tobaica Danser.
Batang roset pada anakan, dewasa memanjat, panjang 4-7 m, diameter 0,2-0,55 cm, jarak antar nodus 1,67-12 cm, bentuk silindris berwarna hijau kemerahan, permukaan berbulu rapat dan pendek berwarna coklat tua. Daun tunggal, tanpa tangkai duduk pada batang, berwarna hijau tua pada permukaan atas dan merah pada permukaan bawah, bentuk lanset, ibu tulang daun jelas berwarna hijau kemerahan, ujung runcing, pangkal tumpul, menjepit batang ½ lingkaran, tepi rata berwarna hijau kemerahan, panjang sulur 4,5-6 cm, diameter 0,16 cm, berwarna merah, permukaan licin. Kantung bawah bentuk pinggang, membulat dibagian bawah agak mengecil dibagian tengah, tinggi 10 cm, warna  biasanya dominan merah, tapi terkadang hijau sampai ungu, memiliki sayap, zona pencernaan berbentuk bulat membesar, panjang 3 cm, zona berlilin berbentuk silindris, panjang 7 cm. Bibir melingkar agak oval sampai bulat rata dibagian depan meninggi dibagian belakang, bergerigi rapat, berwarna hijau sampai merah. Daun penutup bangun bulat telur, membulat dibagian ujung dan berlekuk dibagian pangkal, berwarna hijau sampai merah. Taji tunggal sampai bercabang 3, panjang 0,5 cm, silindris, berwarna hijau sampai merah. Kantung atas bentuk  pinggang, membulat dibagian bawah agak mengecil dibagian tengah dan silindris dibagian atas, tinggi 12-25 cm, berwarna hijau sampai merah terkadang diantaranya, daging lembut seperti selaput, tidak memiliki sayap, zona pencernaan berbentuk bulat membesar, panjang 3-5 cm, zona berlilin berbentuk silindris, panjang 7-15 cm. Bibir melingkar agak oval sampai bulat rata dibagian depan meninggi dibagian belakang, bergerigi rapat, berwarna hijau sampai merah. Daun penutup bangun bulat telur, membulat dibagian ujung dan berlekuk dibagian pangkal, berwarna hijau sampai merah. Taji tunggal sampai bercabang 3, panjang 0,5 cm, silindris, berwarna hijau sampai merah. Perbungaan majemuk tidak terbatas, pada bunga jantan panjang ibu tangkai bunga 10-20 cm, anak tangkai 0,3-0,5 cm, duduk jarang dan merata sepanjang ibu tangkai, bercabang dan menopang dua anak tangkai, masing-masing dengan satu anak daun pelindung dibagian pangkal, pada bunga betina, duduk jarang dan merata sepanjang ibu tangkai, bercabang dan menopang dua anak tangkai. Buah fusiformis, berlokus dengan banyak biji, bila tua dan mengering membelah menjadi 4 bagian, berwarna cokelat tua.
3.  Nepenthes  reinwardtiana  Miq.

Batang roset pada anakan, dewasa memanjat, panjang 272 cm-7 m, diameter 0,5-0,7 cm, jarak antar nodus 1,67-12 cm, bentuk segi tiga berwarna hijau kecoklatan, Daun tunggal, tanpa tangkai duduk pada batang, pada permukaan berwarna hijau dan permukaan bagian bawah hijau kemerahan, lanset pada anakan dan lebih membulat pada dewasa, daging seperti kulit tidak terlalu kaku, ibu tulang daun jelas berwarna hijau kemerahan dengan 2-4 vena membujur dikedua sisinya, ujung runcing, pangkal tumpul, menjepit batang ½ lingkaran, tepi rata berwarna hijau kemerahan, panjang sulur 13,6 cm, diameter 0,7 cm, berwarna merah, permukaan licin. Kantung bawah bentuk pinggang membulat, dibagian bawah agak mengecil dibagian tengah, tinggi 8,5-10 cm, warna biasanya dominan hijau berbintik-bintik merah, terkadang berwarna merah, daging lembut seperti selaput, memiliki 2 sayap, zona pencernaan berbentuk bulat membesar, panjang 3 cm, zona berlilin berbentuk silindris memiliki dua spot mata dibagian dinding dalam kantung, panjang 7 cm, bibir sedikit tebal, melingkar agak oval sampai bulat rata dibagian depan meninggi dibagian belakang, bergerigi rapat dan agak jelas, berwarna hijau sampai merah. Daun penutup bangun bulat telur, membulat dibagian ujung dan berlekuk dibagian pangkal, berwarna hijau sampai merah. Taji tunggal, panjang 0,5 cm, silindris, berwarna hijau sampai merah. Kantung atas bentuk pinggang, membulat dibagian bawah agak mengecil dibagian tengah, tinggi 12,5-18 cm, warna biasanya dominan hijau berbintik-bintik merah, terkadang berwarna merah,  daging lembut seperti selaput, memiliki 2 sayap tanpa bulu, zona pencernaan berbentuk bulat membesar, panjang 5-5,5 cm, zona berlilin berbentuk silindris, panjang 7,5-15 cm,  bibir sedikit tebal, melingkar agak oval sampai bulat rata dibagian depan meninggi dibagian belakang, bergerigi rapat dan agak jelas, berwarna hijau sampai merah. Daun penutup bangun bulat telur, membulat dibagian ujung dan berlekuk dibagian pangkal, berwarna hijau sampai merah. Taji tunggal, panjang 0,5 cm, silindris, berwarna hijau sampai merah.

4.  Nepenthes  rhombicaulis  Sh. Kurata.
Batang roset pada anakan, dewasa memanjat, panjang 2 m, diameter 0,43 cm, jarak antar nodus 2,3 cm, bentuk silindris berwarna hijau. Daun tunggal, tanpa tangkai duduk pada batang, berwarna hijau pada permukaan atas dan hijau kemerahan pada permukaan bawah, bentuk agak membulat pada anakan, bentuk lanset pada dewasa, daging seperti kulit tidak terlalu kaku, ibu tulang daun jelas berwarna hijau, yang menjepit batang ½ lingkaran, tepi rata berwarna hijau kemerahan, panjang sulur 13,6 cm, diameter 0,26 cm, berwarna merah, permukaan licin. Kantung bawah bentuk seperti pinggang, tinggi 9 cm, berwarna merah dengan bercak-bercak merah tua tidak terlalu rapat, daging seperti kertas, zona pencernaan berbentuk bulat sangat besar tiga kali lipat diameter zona berlilin, panjang 3 cm, zona berlilin berbentuk silindris agak lebih besar, panjang 7 cm. Bibir tebal mengembang tidak terlalu keras, bergerigi rapat dan sangat jelas, berwarna hijau dengan garis-garis merah tua sampai cokelat tua, peristome rapat seperti duri jelas terlihat berwarna merah dan terkadang berlekuk meruncing dibagian depan, lebar mengembang dikedua sisi naik meninggi dibagian belakang. Daun penutup bangun bulat telur, membulat dibagian ujung dan berlekuk dibagian pangkal, berwarna merah bercak-bercak merah tua. Taji panjang 1 cm, silindris, tidak bercabang berwarna cokelat tua, arah tumbuh ke atas. Kantung atas bentuk seperti pinggang tidak terlalu besar, silindris dibagian atas dan tengah agak lebih langsing, tinggi 9 cm, berwarna hijau, daging lembut seperti membran, zona pancernaan berbentuk silindris, panjang 13,5 cm, zona berlilin berbentuk silindris panjang 15 cm, tidak bersayap. Bibir tebal mengembang tidak terlalu keras, bergerigi rapat dan sangat jelas, berwarna hijau taji panjang 1 cm, silindris, tidak bercabang berwarna hijau. 

5. Nepenthes  reinwardtiana  x  Nepenthes spectabilis
Batang roset pada anakan, dewasa memanjat, panjang 76 cm, diameter 0,22 cm, jarak antar nodus 8,3 cm, bentuk silindris berwarna hijau, permukaan licin Nepenthes. Daun tunggal, tanpa tangkai duduk pada batang, berwarna hijau, daging seperti kulit agak kaku, ibu tulang daun jelas berwarna hijau kemerahan dengan 1-3 vena membujur dikedua sisinya, ujung runcing, pangkal tumpul, menjepit batang ½ lingkaran, tepi rata berwarna hijau kemerahan, panjang sulur 13 cm, diameter 0,22 cm, berwarna merah, permukaan licin. Kantung bawah bentuk pinggang, membulat dibagian bawah agak mengecil dibagian tengah, tinggi 10 cm, warna biasanya dominan hijau, tapi terkadang merah, daging lembut seperti selaput, memiliki sayap, zona pencernaan berbentuk bulat membesar, panjang 3 cm, zona berlilin berbentuk silindris, panjang 7 cm. Bibir tebal mengembang tidak terlalu keras, bergerigi rapat dan sangat jelas, berwarna hijau dengan garis-garis merah tua, peristome rapat seperti duri jelas terlihat berwarna hijau. Daun penutup  bangun bulat telur, membulat dibagian ujung dan berlekuk dibagian pangkal, berwarna hijau sampai merah. Taji tunggal, panjang 0,5-1 cm, silindris, berwarna hijau sampai merah. Kantung atas bentuk pinggang, membulat dibagian bawah agak mengecil dibagian tengah dan silindris dibagian atas, tinggi 12-20 cm, berwarna hijau sampai merah terkadang diantaranya, daging lembut seperti selaput, zona pencernaan berbentuk bulat membesar ¼ dari panjang total, panjang 5,3 cm, zona berlilin berbentuk silindris ¾ dari panjang total, panjang 5-15 cm. Bibir tebal mengembang tidak terlalu keras, bergerigi rapat dan sangat jelas, berwarna hijau dengan garis-garis merah tua, peristome rapat seperti duri jelas terlihat berwarna hijau. Daun penutup bangun bulat telur, membulat dibagian ujung dan berlekuk dibagian pangkal, berwarna hijau sampai merah. Taji tunggal, panjang 0,5-1 cm, silindris, berwarna hijau sampai merah membelah menjadi 4 bagian, berwarna cokelat tua.

6. Nepenthes  reinwardtiana x Nepenthes  tobaica.
Batang roset pada anakan, dewasa memanjat, panjang 96 cm-1,5 m, diameter 0,41-0,9 cm, jarak antar nodus 10 cm, bentuk silindris sampai bersegi, muda berwarna hijau dan tua berwarna hijau kecokelatan Nepenthes. Daun tunggal, tanpa tangkai duduk pada batang, berwarna hijau, pada bagian ujung daun memperlihatkan warna hijau yang sangat mencolok dengan perbandingan ¼ dari panjang daun total, bentuk lanset, daging seperti kulit agak sedikit kaku, ibu tulang daun jelas berwarna hijau kemerahan dengan 1-3 vena membujur dikedua sisinya, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata berwarna hijau kemerahan, panjang sulur 30-40 cm, diameter 0,16-0,19 cm, berwarna merah, permukaan licin. Kantung bawah bentuk seperti pinggang, tinggi 17 cm, berwarna hijau bercak hijau tua sampai cokelat tua, daging seperti kertas berbulu halus dan rapat, memiliki sayap, zona pencernaan berbentuk bulat membesar, panjang 6 cm, zona berlilin berbentuk silindris, panjang 11 cm. Bibir tebal mengembang tidak terlalu keras, bergerigi rapat dan sangat jelas, berwarna hijau dengan garis-garis merah tua sampai cokelat tua, peristome rapat seperti duri jelas terlihat berwarna hijau kecokelatan rata dan terkadang berlekuk meruncing dibagian depan, lebar mengembang dikedua sisi naik meninggi dibagian belakang. Daun penutup  bangun bulat telur, membulat dibagian ujung dan berlekuk dibagian pangkal, berwarna hijau dengan bercak-bercak merah sampai cokelat tua. Taji panjang 0,8-2 cm, silindris, tidak bercabang berwarna cokelat tua. Kantung atas bentuk seperti terompet panjang dan melengkung dibagian pangkal, silindris dibagian atas dan tengah, tinggi 20-25 cm, berwarna hijau bercak hijau tua sampai cokelat tua, daging seperti kertas berbulu halus dan rapat, zona pancernaan berbentuk silindris, panjang 13,5 cm, zona berlilin berbentuk silindris panjang 15 cm, tidak bersayap.  Bibir tebal mengembang tidak terlalu keras, bergerigi rapat dan sangat jelas, berwarna hijau dengan garis-garis merah tua sampai cokelat tua, peristome rapat seperti duri jelas terlihat berwarna hijau kecokelatan rata dan terkadang berlekuk meruncing dibagian depan, lebar mengembang dikedua sisi naik meninggi dibagian belakang. Daun penutup  bangun bulat telur, membulat dibagian ujung dan berlekuk dibagian pangkal, berwarna hijau dengan bercak-bercak merah sampai cokelat tua. Taji panjang 0,8-2 cm, silindris, tidak bercabang berwarna cokelat tua. Perbungaan majemuk tidak terbatas, pada bunga jantan panjang ibu tangkai bunga 15-30 cm, anak tangkai 1,5-2 cm, duduk jarang dan merata sepanjang ibu tangkai, bercabang dan menopang dua anak tangkai, masing-masing dengan satu anak daun pelindung dibagian pangkal, pada bunga betina tiap bagian lebih pendek dan anak tangkai satu sama lain duduk lebih rapat dipucuk dibandingkan dengan bunga jantan. Buah fusiformis, berlokus dengan banyak biji, bila tua dan mengering membelah menjadi 4 bagian, berwarna cokelat tua.
7. Nepenthes ovata Nerz & Wistuba. Batang roset pada anakan, dewasa memanjat, panjang 10 cm-25 cm, diameter 0,47 cm, jarak antar nodus 3 cm, bentuk silindris berwarna hijau, permukaan licin. Daun tunggal, tanpa tangkai duduk pada batang, berwarna hijau tua sampai hijau kemerahan, bentuk bulat telur terbalik dengan panjang 3 cm dan lebar 1,5 cm , tepi rata, panjang sulur 18 cm, diameter 0,33 cm, berwarna hijau kekuningan, permukaan licin, tulang daun jelas terlihat berwarna kekuningan. Kantung bawah bentuk seperti kendi berleher pendek, tinggi 17 cm, berwarna hijau bercak merah, daging seperti kertas berbulu kasar dan rapat, memiliki sayap, zona pencernaan berbentuk bulat membesar, panjang 13 cm, zona berlilin berbentuk silindris, panjang 4 cm. Bibir tebal mengembang sedikit keras sangat lebar dan rata, bergerigi rapat dan sangat jelas, berwarna garis-garis merah kekuningan yang sangat mencolok dengan lebar 3,5-4 cm peristome rapat seperti duri jelas terlihat berwarna hijau rata dan terkadang berlekuk meruncing dibagian depan, lebar mengembang dikedua sisi naik meninggi dibagian belakang. Daun penutup bangun bulat telur, membulat dibagian ujung dan berlekuk dibagian pangkal, berwarna hijau dengan bercak-bercak merah sampai cokelat tua. Taji panjang 0,8-2 cm, silindris, bercabang dua berwarna cokelat tua. Kantung atas, berbentuk terompet, tinggi 23 cm dan diameter 5,4 cm, berwarna hijau muda, daging lembut tidak bersayap.
8.  Nepenthes ampullaria Jack. 
Batang roset pada anakan dan tumbuh tegak terkadang memanjat pada dewasa, bulat, licin serta kokoh, dapat mencapai tinggi lebih dari 6 m, memiliki ruas-ruas yang panjangnya 3-10 cm. Pada batang yang memanjat jarang atau tidak ditemukan kantung. Sedangkan pada roset ditemukan kantung yang banyak dan tersusun rapat. Daun pada roset Sangat kecil, kadang-kadang kelihatan hampir sama dengan sulur dan mempunyai lembaran daun panjang 5 cm dan lebar 1,5 cm berbentuk sudip, sulur sama panjang dan kadang lebih pendek dari daun. Pada batang tegak daun lebih panjang dari daun yang berada pada roset, duduk pada batang, lanset atau sudip, dengan panjang 6-15 cm dan lebar 2-6 cm. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau muda dan permukaan bagian bawah berwarna hijau kecokelatan dan mempunyai bulu-bulu halus, dengan 3-5 vena membujur dikedua sisinya. Pada batang menjalar, daun jauh lebih besar dan liat dengan panjang 12-26 cm dan lebar 2-6 cm, duduk memeluk 1/3- 2/3 besar batang, berbentuk lanset atau sudip dengan ujung meruncing. Permukaan atas berwarna hijau dan permukaan bawah bewarna hijau kekuningan dengan bulu-bulu yang rapat dengan 3-5 vena membujur dikedua sisinya. Kantung bawah banyak dan tersusun rapat. Berbentuk bulat seperti teko atau cangkir, berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak cokelat, memiliki dua sayap yang panjang, dengan tinggi 3-12 cm dan lebar 2/3-3/2 kali tinggi kantung. Bibir bulat dan melebar, 0,3-0,5 cm menghadap kedalam, biasanya 1/3-2/3 kali lebar kantung. Daun penutup bulat panjang pada bagian ujung sedikit membulat. Pada bagian pangkal penutup terdapat taji.  
9.  Nepenthes ovata x Nepenthes rhombicaulis.
Batang roset pada anakan, dewasa memanjat, panjang 6 cm, diameter 0,3 cm, jarak antar nodus 3 cm, bentuk silindris berwarna hijau, permukaan licin.   Daun tunggal, tanpa tangkai duduk pada batang, berwarna hijau tua sampai hijau kemerahan, bentuk oval dengan panjang 2,5 cm dan lebar 1 cm, tepi rata, panjang sulur 18 cm, diameter 0,33 cm, berwarna merah, permukaan licin, tulang daun jelas terlihat berwarna kekuningan. Kantung bawah bentuk seperti kendi berleher pendek, tinggi 17 cm, berwarna merah menyala dengan bercak-bercak merah tua, memiliki sayap, zona pencernaan berbentuk bulat membesar, panjang 13 cm, zona berlilin berbentuk silindris, panjang 4 cm. Bibir tebal mengembang sedikit keras, bergerigi rapat dan sangat jelas, berwarna garis-garis merah yang sangat mencolok dengan lebar 3,5-4 cm peristome rapat seperti duri jelas terlihat berwarna merah rata dan terkadang berlekuk meruncing dibagian depan, lebar mengembang dikedua sisi naik meninggi dibagian belakang. Daun penutup bangun bulat telur, membulat dibagian ujung dan berlekuk dibagian pangkal, berwarna hijau dengan bercak-bercak merah sampai cokelat tua. Taji panjang 0,8-2 cm, silindris, bercabang dua berwarna cokelat tua.