Jumat, 24 Desember 2010

Biodiversitas sebagai sebuah kekayaan alam

Keanekaragaman hayati Indonesia telah dinilai tinggi didunia. Menurut publikasi dari Kementrian Lingkungan Hidup Indonesa, melalui buku Status Lingkungan Hidup Indonesia, menyebutkan bahwa Indonesia adalah sebuah negara megabiodiversity. Sebagai negara megabiodiversity, keanekaragaman hayati Indonesia terdiri dari: mamalia 515 species (12 % dari jenis mamalia dunia), reptilia 511 jenis (7,3 % dari jenis reptilia dunia), burung 1.531  jenis  (17%  dari  jenis  burung  dunia),  amphibi 270 jenis, binatang tak bertulang belakang 2.827 jenis dan tumbuhan sebanyak ± 38.000 jenis, di antaranya 1.260 jenis yang bernilai medis (Status Lingkungan Hidup Indonesia 2008).
Berbagai biota yang menghuni alam indonesia ini saling berinteraksi membentuk berbagai ekosistem yang memiliki sumberdaya alam tinggi sebagai modal dalam pembangunan. Perlu dicermati, kekayaan biodiversitas yang telah membentuk suatu ekosistem, sebenarnya cukup rapuh. Bentang alam indonesia dari pegunungan, lembah, ngarai, pesisir, sampai dengan laut lepas menyimpan sumberdaya alam yang tidak ternilai. Interaksi dari berbagai ekosistem tersebut secara harmoni telah memberikan manfaat bagi manusia. Kompleksitas ekosistem tersebut berperan dalam bidang industri, pertanian, perikanan, maupun perdagangan di Indonesia secara langsung maupun tidak langsung. Kelangsungan suatu ekosistem sangat menentukan seberapa besar nilai ekonomi yang mampu diberikan oleh alam kepada manusia.
Dari berbagai kajian dan penelitian yang telah dilakukan terkait natural resource memberikan fakta menarik, bahwa alam memiliki suatu sistem yang dinamis dan menjadi sumber utama yang diperlukan manusia dalam kehidupan. Keterkaitan dan keberlangsungan sistem di alam tersebut memberikan aliran energi terhadap biota didalamnya sebagai suatu bentuk dukungan alam terhadap proses kehidupan yang berlangsung. Dukungan alam tersebut memiliki keterbatasan (Daya Dukung Lingkungan) dan sangat tergantung oleh interaksi-interaksi berbagai komponen yang ada di dalamnya. Keharmonisan hubungan tersebut didukung oleh tingkat biodiversitas yang memiliki kerentanan tinggi terhadap faktor internal ekosistem dan faktor luar yang mendukung bentuk ekosistem yang ada.
Secara empirik disebutkan bahwa pada jaman dahulu kehidupan manusia yang sangat bergantung pada alam. Selanjutnya di era modern dan yaitu dari revolusi industri di negara Eropa, para pakar telah menyatakan bahwa manusia telah dan mampu menguasai alam. Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia memang “bisa” menguasai alam, tetapi hal tersebut hanya berlangsung pada beberapa aspek. Disadari atau tidak, sampai dengan saat ini kehidupan manusia sangat tergantung kepada alam.
Ditinjau dari aspek yuridis upaya pemanfaatan dan pengelolaan kekayaan alam yang bisa diartikan biodiversitas telah dilakukan di tingkat lokal (nasional) maupun global (internasional). Peraturan perundangan yang mengatur sistem pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dari jaman orde baru dan reformasi terus berkembang dengan tujuan pelestarian yang menitikberatkan kepada kesejahteraan dan pembangunan untuk rakyat melalui pemanfaatan kekayaan alam yang lestari. Dari keputusan menteri, peraturan presiden, hingga tingkat Undang Undang, yang mana semuanya adalah produk hukum terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia. Selain produk hukum dalam negeri tersebut, upaya pemanfaatan dan pengelolaan keakayaan alam juga telah disepakati di berbagai negara didunia melalui berbagai konferensi tinggi tingkat dunia, satu diantaranya melahirkan MDG’s (Millenium Development Goal’s) yaitu pada tujuan ke-7 Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup).
Pembangunan sebagai manifestasi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam
Manifestasi pemanfaatan dan pengelolaan kekayaan alam adalah dalam bentuk pembangunan nasional yang disusun melalui RPJM dan RPJMD di masing-masing daerah. Patut untuk dicermati, pembangunan yang telah berlangsung di berbagai pelosok Indonesia dengan tujuan mensejahterakan kehidupan rakyat lebih beraroma eksploitasi kekayaan alam tanpa batas. Pembangunan sendiri pada dasarnya dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan menuju perbaikan dalam segala aspek kehidupan masyarakat baik politik, ekonomi, teknologi, pranata hukum dan sosial budaya.
Berbagai pakar menilai salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah peningkatan ekonomi masyarakat, tingkat inflasi, suku bunga, dan lain sebagainya, yang menitik beratkan pada bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Negara Indonesia saat ini dinilai positif pada  tahun 2009 yaitu sebesar 4,5%. Angka PDB per kapita diperkirakan mencapai Rp24,3 juta (US$2.590,1) dengan laju peningkatan sebesar 12,0% dibandingkan dengan PDB per kapita tahun 2008 yang  sebesar Rp21,7  juta  (US$2.269,9).   Sementara  itu PNB per kapita  juga meningkat dari  Rp20,9  juta  pada  tahun  2008 menjadi  Rp23,4  juta  pada  tahun  2009  atau  terjadi  peningkatan sebesar 14,2% (Berita Resmi Statistik No.12/02/Th. XIII, 10 Februari 2010). Hal itu salah satunya disebabkan faktor tingkat konsumsi masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Tidak dapat dimengerti, hal tersebut adalah kebanggaan atau sebaliknya. Tetapi, yang patut digaris bawahi adalah seiring peningkatan kebutuhan masyarakat, tingkat eksploitasi kekayaan alam juga semakin meningkat. Pemerintahpun juga terus menggenjot kegiatan pembangunan dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Fakta menyebutkan berbagai kerusakan alam indonesia telah telah mengiringi kegiatan pembangunan indonesia di dasawarsa terakhir ini. Eksploitasi sumberdaya alam pesisir telah merusak sekian juta ha hutan mangrove yang memiliki peran penting dalam ekosistem pesisir. Penambangan-penambangan diberbagai daerah juga telah menyebabkan ketidak harmonisan interaksi keanekaragaman hayati di ekosistem sungai maupun hutan. Sistem pertanian yang ada juga telah menurunkan kestabilan ekosistem di dataran rendah. Pembangunan perkebunan yang menghasilkan devisa negara cukup tinggi disinyalir telah menurunkan tingkat keanekaragaman hayati di ekosistem hutan hujan tropis. Sampai dengan bahasan ini dikatakan bahwa pembangunan yang telah dilakukan belum mampu menjawab kebutuhan alam dan kebutuhan manusia yang sesungguhnya.
Komitmen  pemerintah  terhadap  kebijakan  pengelolaan  lingkungan  sebagai langkah  dan  strategi  pengendalian  penurunan  (degradasi)  kualitas  lingkungan yang mendasarkan pada segitiga emas (golden triangle) : EKONOMI-EKOLOGI-MASYARAKAT  sudah mulai luntur sejak berbaliknya paradigma ”Ekosentrisme menjadi  antrophosentrisme”.    Konsep  pembangunan  yang  dipahami  tidak berdasar  kepada  ”pembangunan  berwawasan  lingkungan,  berkelanjutan,  dan berbasis  masyarakat”.    Konsep  pembangunan  cenderung  mengarah kepada  ”pemenuhan  kebutuhan  masyarakat”.
Pembangunan nasional berbasis ekosistem
Alam memiliki keterbatasan untuk menunjang kehidupan manusia. Karenanya menghargai integritas ekosistem dan menjamin keanekaragamannya merupakan prasyarat untuk mendukung kelangsungan kehidupan manusia” (Status Lingkungan Hidup Indonesia 2008). Pesan yang disampaikan tersebut berlaku universal dalam berbagai aspek kehidupan. Utamanya dalam kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup manusia (pembangunan segala bidang).
Ekosistem sebagai sendi utama kehidupan di muka bumi harus menjadi salah satu dasar pertimbangan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. Meletakkannya dalam asas tertinggi adalah suatu keharusan demi mewujudkan makna terdalam pemenuhan kebutuhan manusia. Strategi pembangunan nasional bukan hanya Pekerjaan rumah pemerintah berkuasa, namun menjadi kewajiban semua pihak, karena setiap manusia hidup di alam dan tergantung terhadap substansi penting yang terkandung dalam alam itu sendiri (Hafid@April 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar