Kamis, 17 Februari 2011

Pencemaran Susu Formula: Enterobacter sakazakii

Jangan menganggap remeh masalah pengenceran susu formula. Ini bukan main-main karena data di Afrika bisa dijadikan gambaran; 30 % bayi meninggal sebelum usia satu tahun karena pemberian susu dengan air tidak bersih dan cara pengenceran yang salah. Pengenceran yang tidak tepat tidak hanya membuat si kecil sakit atau kurang gizi, tapi juga menyebabkan komplikasi lain. Itulah mengapa, komposisi air dan susu dengan takaran yang tepat amat dibutuhkan.

Salah satu cemaran yang sebaiknya disikapi dengan sangat serius, adalah cemaran susu oleh bakteri. Hal ini sesuai dengan berbagai berita yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Keresahan masyarakat diawali dengan pemberitaan hasil penelitian tim peneliti IPB yang berkesimpulan bahwa 23 % susu formula mengandung Enterobacter sakazakii.
Bakteri tersebut berpotensi dapat menyebabkan peradangan saluran pencernaan (enteritis), infeksi peredaran darah (sepsis), serta infeksi pada lapisan urat syaraf tulang belakang dan otak (meningitis).
Menyikapi hasil penelitian tersebut, sebaiknya Anda tidak serta merta bertindak gegabah. Tindakan waspada, lebih selektif memilih produk susu, sikap penuh dengan kehati-hatian juga diperlukan dalam menyiapkan dan memberikan susu formula kepada buah hati Anda.
Berbeda dengan air susu ibu yang mengandung zat antibakteri, susu formula tidak bersifat bakteriostatis (menahan perkembangan dan reproduksi bakteri) sehingga mudah menjadi tempat perkembangbiakan bakteri. Kondisi tubuh bayi yang baru lahir, terlebih lagi yang terlahir premature — sangat rentan terhadap bakteri tersebut.
Sebenarnya selain E. sakazakii, ada jenis bakteri lain yang lebih patut diwaspadai, yaitu E. coli dan Salmonella. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2970-1999, sebagai indikator sanitasi masih mencantumkan bakteri koliform E. coli, bukan Entereobacteriaceae. Sedangkan Committee on Food Hygiene (CCFH) merekomendasikan jumlah sample untuk pengujian E. sakazakii bagi industri tidak sebanyak jumlah sample untuk pengujian Salmonella. Hal ini mengindikasikan, bahwa meskipun E. sakazakii dianggap berbahaya dan harus diwaspadai dalam susu formula, namun resikonya tidak sebesar Salmonella.
Proses pencemaran bakteri pada susu formula dapat bermula dari ketika susu diperah dari sapi. lika proses pemerahan tidak hygiene akan memungkinkan berkembangnya bakteri. Namun dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan proses pemerahan susu, hal tersebut dapat diperkecil kemungkinan tercemarnya bakteri. Misalnya menggunakan mesin pemerah susu, sehingga mengurangi risiko susu tercemar dari udara di luar.
Proses pencemaran mikroorganisme dapat juga terjadi pada saat penyimpanan dan saat proses pengolahan. Intinya proses pengolahan susu formula harus selalu terjaga dan tetap steril, mulai dari proses pemerahan hingga saat diproses di dalam pabrik. Melihat proses pengolahan susu kini sudah sangat canggih dan dapat terjamin kualitasnya sehingga cemaran bakteri dinyatakan nihil.
Selain cemaran mikroorganisme, SNI tersebut juga mengatur persyaratan jenis cemaran logam seperti tembaga, timbal, seng timah, raksa, dan arsen. Dengan adanya persyaratan ini, produsen susu formula dituntut untuk memberikan jaminan keamanan sesuai dengan yang telah ditentukan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) biasanya melakukan pengawasan secara berkala terhadap berbagai produk yang beredar di pasaran, tidak hanya susu formula, tapi jenis pangan lainnya.
Namun yang patut disadari adalah, tidak ada pangan yang zero risk (tidak beresiko sama sekali), tetapi pengelolaan yang baik akan menghasilkan pangan dengan resiko yang sangat rendah. Konsumen modern sudah perlu membuka cakrawala wawasan terhadap informasi-informasi keamanan pangan sehingga bisa menempatkan diri secara tepat terhadap isu-isu yang berkembang demi menjamin kesehatan diri sendiri dan keluarga.
Pustaka
Hidangan Sehat Untuk Ibu Menyusui Oleh Hindah Muaris

Baca Juga:

  • February 15, 2011 -- Bagaimana Mengenali Susu Palsu atau Susu Campuran?
    Warna alami susu adalah putih dan tidak bening. Hal ini disebabkan oleh pantulan cahaya yang mengenai bagian-bagian terkecil yang tersebar dalam susu, seperti butiran-butiran lemak. Berdasarkan hal tersebut, jika ditemukan warna yang tidak biasa pada susu, seperti warna biru, merah, atau kuning, mak...
  • October 12, 2010 -- Fisiologi Laktasi
    Dalam fisiologi laktasi prolaktin suatu hormon yang disekresi oleh air susu ibu glandula pituitaria anterior, penting untuk produksi air susu ibu, (prolaktin) tetapi walaupun kadar hormon ini di dalam sirkulasi maternal meningkat selama kehamilan, kerja hormon ini dihambat oleh hormon plasenta. Deng...
  • October 7, 2010 -- Asuhan Keperawatan (Askep) Meningitis
    Secara ringkas, pengertian dari meningitis adalah inflamasi pada meningen atau membran (selaput) yang mengelilingi otak dan medula spinalis. Penyebab meningitis meliputi: 1) bakteri, piogenik yang disebabkan oLeh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus, pneumokokus, dan basil influensa; 2) v...
  • August 6, 2010 -- Askep Bronkhitis Kronis
    Istilah bronkhitis kronis menunjukkan kelainan pada bronkhus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, meliputi faktor yang berasal dari luar bronkhus maupun dari bronkhus itu sendiri. Bronkhitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakhe...
  • July 25, 2010 -- Tonsilitis (Radang Amandel/Tonsil)
    Amandel atau tonsil adalah dua tonjolan daging kecil yang merupakan kumpulan jaringan limfoid yang terletak pada kerongkongan. Tonsilitis dapat bersifat akut atau kronis. Biasanya, bentuk akut yang tidak parah berlangsung sekitar 4-6 hari dan string menyerang anak-anak usia 5-10 tahun. Tonsilitis kr...

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar