Istilah stem cell adalah istilah biologi yang banyak mengundang kontroversi. Mendengar istilah tersebut, masyarakat kerap dilanda rasa curiga bahkan takut; apalagi istilah stem cell sering mengiringi istilah kloning yang dianggap tak kalah kontroversial. Persepsi negatif ini sebenarnya timbul akibat stereotipe yang telah diciptakan media massa dan entertainment, seperti dunia perfilman. Menghadapi isu ini, masyarakat Indonesia perlu dibekali informasi yang akurat dan obyektif.
Apakah Stem Cell Itu?
Stem cell merupakan hasil penelitian dasar di bidang biologi yang diperkirakan dapat membawa terobosan yang besar di bidang kedokteran. Definisi dari stem cell seperti termuat dalam “The Penguin Dictionary of Biology” adalah: ‘sel tidak terdiferensiasi yang dapat memperbanyak diri untuk menghasilkan stem cell lainnya. Setelah memperoleh stimulasi signal tertentu stem cell mengalami diferensiasi secara spesifik untuk menghasilkan jenis sel yang berbeda’. Berdasarkan asalnya, stem cell dibedakan atas stem cell embrionik dan stem cell dewasa.
Sekilas Penelitian Stem Cell Embrionik
Pada tahun 1981, jurnal Nature melaporkan bahwa Evans dan Kaufman berhasil mengisolasi stem cell dari embrio mencit. Stem cell ini disebut embryonic stem cell atau sel tunas embrio. Untuk mendapatkannya mereka melakukan pembedahan mikro pada bagian inner cell mass (ICM) dari blastosis mencit, 5-6 hari. Sel-sel yang mampu bertahan dalam kultur untuk jangka waktu yang lama tanpa mengalami perubahan. Untuk mencegah terjadinya perubahan atau diferensiasi pada stem cell, dalam melakukan kultur dapat ditambahkan faktor penghambat diferensiasi seperti LIF (Leukemia Inhibitory Factor). Kultur stem cell juga sering menggunakan lapisan sel feeder pada dasar petri. Sel feeder tersebut memproduksi faktor yang dapat mencegah terjadinya diferensiasi. Untuk membuktikan bahwa stem cell tidak terdiferensiasi, ekspresi dari beberapa gen antara lain gen faktor transkripsi POU Octamer-4 (Oct-4) dapat diuji. Ekpresi Oct-4 diketahui sangat tinggi pada sel yang sifatnya pluripotent. Stem cell memiliki beberapa sifat dasar yang menjadi ciri-ciri dari stem cell.
Pertama, sel ini dapat bertambah banyak dengan cepat, tanpa mengalami perubahan morfologis termasuk pada karyotipenya (jumlah kromosomnya) dan dapat dipertahankan dalam keadaan “tidak terdiferensiasi’ untuk jangka waktu yang lama.
Kedua, stem cell yang telah dikultur dapat dikembalikan dengan mikroinjeksi ke dalam blastosis resipien dan berkontribusi pada perkembangan embrio hasil penggabungan sel dari dua sumber yang berbeda itu. Embrio yang dihasilkan dinamakan chimaera. Untuk melihat kontribusi stem cell pada chimaera perlu digunakan stem cell dan blastosis resipien yang berasal dari mencit dengan latar belakang genetik yang berbeda (sehingga memiliki warna bulu yang berbeda). Kontribusi stem cell pada chimaera dapat dilihat dari persentase warna bulu. Stem cell embrionik sifatnya pluripoten sehingga dapat berkontribusi pada pembentukan semua jaringan embrio mencit termasuk pada pembentukan gamet. Umumnya persentase kontribusi stem cell pada bulu dianggap mewakilkan kontribusi stem cell pada pembentukan jaringan yang lain.
Selama lebih dari dua dekade, embrio hewan merupakan satu-satunya sumber stem cell embrionik. Pada tahun 1998, untuk pertama kalinya peneliti dari University of Wisconsin berhasil mengisolasi stem cell dari embrio manusia hasil IVF. Umur embrio yang digunakan adalah satu minggu. Tak lama kemudian, kelompok yang lainnya di John Hopkins University berhasil juga mengisolasi embryonic stem cell manusia dari embrio umur 5-9 minggu, juga dari fetus hasil abortus.
Kontroversi Stem Cell dan Kloning
Sejarah membuktikan bahwa terobosan ilmiah, khususnya di bidang biomedik, pada awalnya mengundang kontroversi sebelum menjadi bagian rutin dari tindakan medis yang ditawarkan. Sebagai contoh, pencanggkokan jantung pada awalnya sulit diterima karena banyak pihak yang menganggap tak pantas apabila jantung seseorang ditransplantasikan untuk menggantikan jantung orang lain. Fertilisasi in vitro yang digunakan untuk menghasilkan bayi tabung juga begitu. Pada awalnya, fertilisasi in vitro diprediksikan (oleh penentangnya) akan menghasilkan bayi-bayi yang memiliki masalah psikologis. Pada kenyataannya, pencangkokan jantung telah menyelamatkan banyak jiwa, dan sudah tak terhitung banyaknya pasangan yang telah dibahagiakan oleh kehadiran bayi tabung. Karena itu, adanya terobosan-terobosan baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi tidak perlu ditakuti. Setiap terobosan hendaknya dihadapi dengan penuh obyektifitas. Yang penting, aturan-aturan perlu diciptakan untuk melindungi masyarakat. Kontroversi hendaklah tidak menghambat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Isu stem cell dan kloning sangat penting untuk dimengerti mengingat teknologi ini diprediksikan memegang kunci untuk pengobatan bermacam penyakit yang pada saat ini tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan konvensional.
Masalah kesehatan yang diderita masyarakat modern sudah banyak berubah dibandingkan generasi pendahulu kita. Higien dan gizi telah meningkat pesat. Berkat kemajuan medis yang sifatnya preventif dan terapetik, umur rata-rata masyarakat modern pun cenderung meningkat. Hal ini mendorong munculnya penyakit-penyakit degeneratif seperti Alzheimer, Parkinson, diabetes dan penyakit koroner yang menjadi beban yang sangat besar untuk sistim kesehatan.
Beberapa pengobatan yang tersedia untuk penyakit tersebut, dirasakan belum optimal. Pengobatan yang ada cenderung panjang dan umumnya tidak dapat menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut. Sifatnya hanya mengelola kondisi yang diderita si pasien demi memperbaiki kualitas hidupnya. Kondisi yang diderita tetap harus dimonitor untuk jangka waktu panjang, mungkin sepanjang hidup pasien, sehingga pada akhirnya menjadi beban finansial yang berat. Hal ini mendorong para peneliti untuk terus mengupayakan pengungkapan
rahasia-rahasia alam yang akan memungkinkan perbaikan fungsi organ secara lebih spesifik, elegan dan tidakinvasif misalnya dengan menggunakan stem cell.
Kontroversi kloning
Kloning reproduktif adalah upaya untuk menciptakan makhluk hidup, termasuk manusia, yang memiliki susunan genetik yang persis sama dengan donornya dengan menggunakan teknik transfer inti sel. Sedangkan, kloning terapetik dapat menciptakan embrio yang dapat menjadi sumber stem cell embrionik yang selanjutnya akan dimanipulasi untuk menghasilkan jenis sel yang diharapkan dapat mengobati berbagai penyakit sehingga umur embrio yang dihasilkan tidak akan pernah lebih dari 1-2 minggu.
Kloning reproduktifUrgensi kloning reproduktif untuk manusia tidak ada. Karena itu, sebagian besar orang sangat menentang apabila teknologi ini diterapkan pada manusia. Walaupun demikian pendukung kloning reproduktif beranggapan bahwa teknologi ini dapat digunakan untuk ‘menggantikan’ anak yang telah meninggal. Pandangan ini memicu perdebatan: ‘apabila kloning reproduktif diperbolehkan, anak yang dilahirkan, walaupun memiliki ciri-ciri fisik yang sama, tentunya akan berbeda kepribadian sehingga tak mungkin seorang anak dapat diciptakan untuk menggantikan anak lainnya’. Justifikasi lain yang pernah dikemukakan untuk mendukung kloning reproduktif adalah untuk memberi harapan pada pasangan yang kemandulannya disebabkan tidak adanya produksi sel telur ataupun sperma sehingga tidak dapat tertolong oleh IVF, ICSI ataupun intervensi reproduktif lainnya. Karena kemandulan Stem Cell yang begitu drastis umumnya disebabkan adanya mutasi gen yang mengakibatkan tidak terbentuknya gamet maka bantuan kloning reproduktif akan membuahkan anak yang memiliki masalah genetik yang sama, sehingga tidak merupakan solusi yang optimal. Dari tinjauan etika, kloning reproduktif sangat kontroversial dan perlu ditanggapi dengan serius.
Kloning terapetik
Dengan mengikuti aturan dan batasan yang berlaku, kloning pada manusia sangat berpotensi untuk pengobatan terapetik. Dalam hal ini, embrio yang dihasilkan dibiarkan berkembang untuk jangka waktu yang sangat pendek. ICM embrio hasil kloning dijadikan sumber stem cell embrionik yang selanjutnya berpotensi untuk menghasilkan jenis sel lainnya yang dapat membantu pengobatan penyakit degeneratif. Pendekatan ini dikenal dengan istilah kloning terapetik. Sejauh mana diberi batasan yang layak, kloning terapetik akan berpotensi untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Di Amerika Serikat saja diperkirakan jutaan pasien berpotensi untuk mendapat manfaat yang sangat besar dari kloning terapetik. Kloning terapetik diharapkan dapat mengatasi kendala terbesar yang selalu dihadapi tindakan transplantasi yaitu adanya penolakan cangkokan oleh resipien. Karena inti sel yang digunakan dalam prosedur berasal dari pasien, maka stem cell yang didapatkan akan memiliki materi genetik yang sama dengan pasien. Dengan demikian semua sel dan/atau jaringan yang dihasilkan melalui prosedur ini akan dapat diterima oleh resipien.
Mungkinkah kloning terapetik ini berhasil?
Penelitian transfer inti sel akan mengungkapkan proses-proses biologi yang berkaitan dengan pemrograman ulang inti sel dewasa menjadi inti sel embrio. Selain itu, berbagai sinyal yang bertanggung jawab untuk menciptakan jenis sel tertentu masih perlu dipelajari. Walau hal tersebut dapat dikuasai, penerapan klinis dari teknologi ini masih memiliki banyak kendala. Salah satunya adalah penyediaan sel telur sebagai resipien. Sumber sel telur ini terbatas dan banyak dibutuhkan oleh klinik infertilitas sehingga akan terjadi kompetisi. Selain itu, teknologi ini sangat kompleks sehingga tak mudah untuk diaplikasikan di lingkungan klinis. Kloning pada spesies lainnya juga menunjukkan masih banyak permasalahan yang perlu diselesaikan, maka perlu dipertimbangkan apakah pencangkokan sel atau jaringan hasil kloning terapetik aman bagi pasien.
Penutup
Peneliti, dalam melaksanakan risetnya, mengikuti berbagai aturan dan batasan yang diberlakukan baik secara nasional maupun internasional, termasuk untuk penelitian yang berhubungan dengan penelitian stem cell khususnya pada manusia. Untuk itu Perserikat Bangsa-Bangsa akan mengeluarkan pedoman yang mengatur masalah kloning pada manusia. Umumnya semua pihak menyepakati bahwa penelitian kloning reproduktif perlu ditentang, tetapi beberapa isu masih hangat diperdebatkan termasuk ‘sejauh mana penelitian stem cell embrio pada manusia dan penelitian kloning terapetik dapat diperbolehkan’. Setiap negara harus menentukan aturan-aturan yang akan diberlakukan berdasarkan norma-norma sosial dan budaya yang berlaku di negara tersebut. Singapura mengijinkan penelitian stem cell embrio dan penelitian kloning terapetik pada manusia asalkan embrio manusia hasil kloning yang akan dijadikan sumber stem cell embrio berumur kurang dari dua minggu. Australia melarang semua bentuk kloning manusia baik reproduktif maupun terapetik tetapi memperbolehkan penelitian sel tunas embrio apabila embrio yang digunakan khusus disumbangkan untuk penelitian. Tentulah posisi setiap negara dalam hal ini dapat berbeda. Tak sedikit negara seperti halnya Italia, Swiss atau Brasil yang melarang penelitian stem cell embrio dan segala bentuk kloning pada manusia. Aturan-aturan ini perlu diciptakan untuk menghindari adanya tindakan-tindakan yang melewati batas norma yang berlaku. Walaupun demikian, masih terdapat pihak-pihak kontroversial yang dapat dikatakan melewati batas tersebut. Kelompok Clonaid belum lama ini mengklaim bahwa penelitian yang didanai kelompok tersebut berhasil melahirkan seorang bayi manusia hasil kloning reproduktif. Pernyataan ini harus ditanggapi secara rasional. Bagaimanapun klaim ini belum dibuktikan secara ilmiah kebenarannya, karena itu janganlah kita larut dalam kontroversi!
kalau kamu orang yang normal janganlah merusak karya orang lain dengan cara-cara yang tidak normal, buatlah dengan karyamu sendiri!
BalasHapusjangan jadi parasit bagi orang lain!
kalau kamu orang yang normal janganlah merusak karya orang lain dengan cara-cara yang tidak normal, buatlah dengan karyamu sendiri!
BalasHapusjangan jadi parasit bagi orang lain!
pengetahuan baru ini..terimakasi sudah menulis untuk kami
BalasHapus